“Kasus KDRT Cut Intan Nabila” – Advokat Perceraian
. Belakangan ini kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan mantan atlet anggar Cut Intan Nabila menjadi sorotan publik. Berita KDRT ini viral setelah Cut Intan mengunggah video Armor Toreador memukulnya sampai terkena bayinya. Saat ini polisi limpahkan berkas kasus KDRT Cut Intan Nabila ke Jaksa dan sudah tahap satu (detik.com). Maraknya kasus KDRT dalam rumah tangga menjadi keprihatinan di Indonesia saat ini. Konsultasi GRATIS kasus KDRT dengan konsultan hukum dan advokat perceraian terpercaya
Peran Hukum dalam Penanganan Kasus KDRT
Di Indonesia KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. UU ini tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Dalam UU PKDRT kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya mencakup kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, seksual, dan penelantaran ekonomi.
Hukum memiliki peran penting dalam beberapa aspek utama penanganan KDRT
1. Perlindungan Korban:
Hukum di Indonesia memberikan perlindungan langsung kepada korban melalui mekanisme Surat Perintah Perlindungan (Protection Order). Surat ini bisa diperoleh di pengadilan atas apabila korban meminta dan ditujukan untuk melindungi korban dari ancaman lebih lanjut. Perlindungan berupa larangan bagi pelaku mendekati atau berkomunikasi dengan korban dan penempatan korban di tempat yang aman.
2. Proses Hukum Terhadap Pelaku
Hukum pelaku KDRT yaitu pasal-pasal pidana yang tercantum dalam UU PKDRT. Ancaman hukum bervariasi tergantung jenis dan tingkat kekerasan.. Pasal 44 UU PKDRT mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan fisik. Hukuman dari UU tersebut yaitu pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 15 juta. Hukum ini juga memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan psikis dan seksual.
3. Dukungan dan Pemulihan Korban:
Selain perlindungan hukum korban KDRT juga memiliki hak untuk mendapatkan dukungan dalam bentuk layanan kesehatan, konseling, dan pendampingan psikologis. Berbagai lembaga sosial menyediakan fasilitas rehabilitasi baik dalam bentuk dukungan medis maupun psikososial.
Langkah Hukum
1. Mencari Bantuan Darurat
Pertama mencari bantuan darurat baik melalui polisi, pusat layanan terpadu, atau organisasi non-pemerintah yang menangani kasus KDRT. Hal ini untuk melindungi korban sebelum adanya proses hukum.
2. Mengumpulkan Bukti-Bukti Kekerasan
Kedua mencari bukti. Bukti-bukti bisa berupa foto luka, rekam medis, catatan komunikasi, dan saksi mata. Bukti-bukti ini akan menjadi dasar yang kuat bagi penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus KDRT.
3. Melaporkan ke Pihak Berwajib
Ketiga korban dapat melaporkan kasus KDRT ke kantor polisi terdekat. Laporan dibuat dengan membawa bukti. Polisi kemudian akan melakukan penyelidikan. Jika ditemukan bukti yang cukup dapat melakukan penangkapan terhadap pelaku.
4. Mengajukan Permohonan Perlindungan
Keempat jika korban merasa terancam, korban dapat mengajukan permohonan surat perintah perlindungan ke pengadilan. Surat ini akan memberikan perlindungan hukum kepada korban termasuk larangan bagi pelaku untuk mendekati atau menghubungi korban selama proses hukum berlangsung.
5. Proses Pengadilan
Kelima setelah laporan diterima kasus KDRT akan diproses di pengadilan. Proses ini melibatkan pemeriksaan bukti-bukti dan saksi serta penuntutan terhadap pelaku. Korban memiliki hak untuk didampingi oleh advokat / advokat perceraian atau konsultan hukum yang akan membantu dalam seluruh proses hukum.
Konsultasi GRATIS konsultan hukum atau advokat perceraian IA Partners
Landasan Hukum yang Mengayomi Korban KDRT
UU PKDRT merupakan landasan hukum utama yang memberikan perlindungan bagi korban KDRT di Indonesia. Beberapa pasal penting dalam UU ini mencakup:
Mengatur tentang kekerasan fisik dalam rumah tangga yang dapat pidana penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp 15 juta (Pasal 44 UU PKDRT)
Mengatur tentang kekerasan psikis yang juga bisa pidana penjara atau denda (Pasal 45 UU PKDRT)
Memberikan hak kepada korban untuk mendapatkan perlindungan hukum, termasuk hak untuk mengajukan permohonan perlindungan ke pengadilan (Pasal 49 UU PKDRT)
Selain UU PKDRT Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Di bawah KUHP kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan oleh pasangan atau anggota keluarga dapat sanksi pidana sesuai dengan tingkat keparahannya.
Kasus KDRT yang melibatkan selebriti seperti Cut Intan Nabila menunjukkan bahwa kekerasan bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang status sosial atau popularitas. Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya peran hukum dalam memberikan perlindungan kepada korban dan memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.